Pengantar
Kurikulum yang digunakan pada sekolah inklusi adalah kurikulum umum (reguler) yang diadaptasi sesuai dengan kemampuan potensi dan karakteristik kebutuhan siswa. Adaptasi diarahkan pada materi, alokasi waktu, proses pembelajaran, penilaian, dan media pembelajaran yang digunakan.
Ragam hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulai dari yang sifatnya ringan, sedang sampai yang berat, maka dalam implementasinya di sekolah, kurikulum umum perlu dilakukan adaptasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Adaptasi dilakukan dengan beberapa cara yaitu eskalasi, duplikasi, modifikasi, substitusi, dan omisi.
Dalam Kurikulum 13, pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional telah menetapkan Standar Isi dan Standar Kompetensi lulusan, yang meliputi Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Untuk pengembangan kurikulum selanjutnya diserahkan pada satuan pendidikan masing-masing yang nantinya dikenal sebagai Kurikulum 13. Substansi pengembangan kurikulum yang lebih rinci dilakukan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan, Standar Kelompok Mata Pelajaran, dan Standar Kompetensi Mata Pelajaran. Kurikulum ini dikembangkan di tingkat satuan pendidikan dengan mengingat kondisi daerah dan kondisi kemampuan peserta didik.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang cocok bagi penyelenggaraan sekolah inklusi. Dengan kurikulum ini, maka akan memberikan peluang terhadap tiap-tiap anak untuk mengaktualisasikan segala potensi yang mereka miliki sesuai dengan bakat, kemampuan dan perbedaan yang ada pada setiap anak. Sistem evaluasi pada kurikulum ini berbasis kompetensi yang menggunakan prinsip ounthentic assessment, yang salah-satu bentuknya adalah portofolio, memberikan peluang kepada guru untuk melakukan evaluasi dengan lebih objektif dan adil sesuai dengan prinsip individual defferences.
Aspek hardware, software, dan brainware
Inklusi (ketercakupan) selayaknya tidak dimaknai secara sempit pada aspek peserta didik saja. Namun inklusi adalah ketercakupan tiga aspek di atas yaitu aspek hardware, software, dan brainware. Dengan sinerginya ketiga aspek tersebut bukan tidak mungkin sekolah inklusi akan menjadi benar sebagai awal kesetaraan hak penyandang disabilitas dalam memperoleh pendidikan, sehingga mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional. education for all perlu dukungan dari semua pihak.
Pertama adalah aspek hardware, yaitu meliputi sarana dan prasarana yang mendukung aspek software. Sarana dan prasarananya memiliki aksesibilitas yang ramah pada setiap peserta didik.
Kedua adalah aspek software, yaitu meliputi kurikulum, silabus, dan perangkat penunjang yang lain. Kurikulum yang digunakan pada sekolah inklusi adalah kurikulum umum (reguler) yang disesuaikan atau dimodifikasi sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik. Modifikasi ini dapat dilakukan dengan cara modifikasi alokasi waktu, materi atau isi, proses belajar mengajar atau pembelajaran, sarana prasarana, lingkungan belajar, dan pengelolaan kelas.
Ketiga adalah aspek brainware, yaitu meliputi tenaga kependidikan, peserta didik, staf ahli, psikolog, dan staf pendukung lainnya. Tenaga kependidikan atau guru di sekolah inklusi yaitu guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru pembimbing khusus. Dalam perannya guru tidak berdiri sendiri, namun kerjasama dari psikolog, dokter anak, bahkan orang tua peserta didik pun turut andil dalam implementasi menuju sekolah iklusi yang lebih baik.
Model adaptasi kurikulum
Kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan program inklusif pada dasarnya adalah menggunakan kurikulum reguler yang berlaku di sekolah umum. Namun demikian karena ragam hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulai dari yang sifatnya ringan, sedang sampai yang berat, maka dalam implementasinya di lapangan, kurikulum reguler perlu dilakukan modifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Adaptasi dilakukan dengan beberapa cara yaitu duplikasi, modifikasi, substitusi, dan omisi.
Model Duplikasi
Duplikasi artinya meniru atau menggandakan. Meniru berarti membuat sesuatu menjadi sama atau serupa. Dalam kaitan dengan model kurikulum, duplikasi berarti mengembangkan dan atau memberlakukan kurikulum untuk PDBK (Peserta Didik Berkebutuhan Khusus) secara sama atau serupa dengan kurikulum yang digunakan untuk peserta didik pada umumnya (regular). Jadi, model duplikasi adalah cara dalam pengembangan kurikulum, dimana peserta didik-peserta didik berkebutuhan khusus menggunakan kurikulum yang sama seperti yang dipakai oleh anak-anak pada umumnya. Model duplikasi dapat diterapkan pada empat komponen utama kurikulum yaitu tujuan, isi, proses dan evaluasi.
Model Modifikasi
Modifikasi berarti merubah untuk disesuaikan. Dalam kaitan dengan model kurikulum untuk peserta didik berkebutuhan khusus, maka model modifikasi berarti cara pengembangan kurikulum, dimana kurikulum umum yang diberlakukan untuk peserta didik-peserta didik regular diubah untuk disesuaikan dengan kemampuan peserta didik berkebutuhan khusus. Dengan demikian, peserta didik berkebutuhan khusus menjalani kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Modifikasi dapat diberlakukan (terjadi) pada empat komponen utama pembelajaran yaitu tujuan, materi, proses dan evaluasi.
Model Substitusi
Substitusi berarti mengganti. Dalam kaitan dengan model kurikulum, maka substitusi berarti mengganti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan sesuatu yang lain. Penggantian dilakukan karena hal tersebut tidak mungkin diberlakukan kepada peserta didik berkebutuhan khusus, tetapi masih bisa diganti dengan hal lain yang kurang lebih sepadan (memiliki nilai yang kurang lebih sama). Model penggantian (substitusi) bisa terjadi dalam hal tujuan pembelajaran, materi, proses atau evaluasi.
Model Omisi
Omisi berarti menghilangkan. Dalam kaitan dengan model kurikulum, omisi berarti upaya untuk mengilangkan sesuatu (bagian atau keseluruhan) dari kurikulum umum, karena hal tersebut tidak mungkin diberikan kepada peserta didik berkebutuhan khusus. Dengan kata lain, omisi berarti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum tidak disampaikan atau tidak diberikan kepada peserta didik berkebutuhan khusus karena sifatnya terlalu sulit atau tidak sesuai dengan kondisi anak berkebutuhan khusus. Bedanya dengan substitusi adalah jika dalam substitusi ada materi pengganti yang sepadan, sedangkan dalam model omisi tidak ada materi pengganti.
Model kurikulum
Pada model kurikulum ini peserta didik berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum umum, sama seperti peserta didik lainnya di dalam kelas yang sama. Program layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses pembimbingan belajar, motivasi dan ketekunan belajarnya. Duplikasi dilakukan pada tujuan, isi, proses dan evaluasi.
- Duplikasi tujuan berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang diberlakukan kepada anak-anak regular juga diberlakukan kepada peserta didik berkebutuhan khusus. Dengan demikian, maka standar kompetensi lulusan (SKL) yang diberlakukan untuk peserta didik regular juga diberlakukan untuk peserta didik berkebutuhan khusus. Demikian juga dengan standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD) dan juga indicator keberhasilan.
- Duplikasi isi/materi berarti materi-meteri pembelajaran yang diberlakukan kepada peserta didik regular (umum) juga diberlakukan sama kepada peserta didik-peserta didik berkebutuhan khusus. Peserta didik berkebutuhan khusus memperoleh informasi, materi, pokok bahasan atau sub-pokok bahasan yang sama seperti yang disajikan kepada peserta didik-peserta didik regular.
- Duplikasi proses berarti peserta didik berkebutuhan khusus menjalani kegiatan atau pengalaman belajar mengajar yang sama seperti yang diberlakukan kepada peserta didik-peserta didik regular. Duplikasi proses bisa berarti kesamaan dalam metode mengajar, lingkungan/seting belajar, waktu belajar, media belajar, atau sumber belajar.
- Duplikasi evaluasi, berarti peserta didik berkebutuhan khusus menjalani proses evaluasi atau penilaian yang sama seperti yang diberlakukan kepada peserta didik-peserta didik regular. Duplikasi evaluasi bisa berarti kesamaan dalam soal-soal ujian, kesamaan dalam waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau kesamaan dalam tempat atau lingkungan dimana evaluasi dilaksanakan.
Strategi Modifikasi Kurikulum
Modifikasi Tujuan Pengembangan Kurikulum
- Membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi dan mengatasi hambatan belajar yang dialami semaksimal mungkin dalam setting sekolah inklusif
- Membantu guru dan orang tua dalam mengembangkan program pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus baik yang diselenggarakan di sekolah maupun di rumah.
- Menjadi pedoman bagi sekolah, dan masyarakat dalam mengembangkan, menilai dan menyempurnakan program pendidikan inklusif. Penjabaran dari modifikasi tersebut adalah:
- Modifikasi tujuan, berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang ada dalam kurikulum umum dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus.
- Modifikasi isi, berarti materi-materi pelajaran yang diberlakukan untuk peserta didik regular dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus.
- Modifikasi proses, berarti ada perbedaan dalam kegiatan pembelajaranyang dijalani oleh peserta didik berkebutuhan khusus dengan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya.
- Modifikasi evaluasi, berarti ada perubahan dalam system penilaianuntuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus.
sumber: Modul Bimtek Guru Pembimbing Khusus GTK Pendidikan Inklusif