Jenis Peserta Didik
Sekolah inklusif adalah Lembaga pendidikan yang dihadirkan dengan tujuan untuk membuka aksesibilitas semua warga masyarakat usia belajar untuk memperoleh layanan pembelajaran tanpa terhalang oleh hambatan fisik, mental akademik, sensorik dan kondisi sosial ekonomi. Keragaman peserta didik pada satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif sangat beragam, karena sekolah inklusif memberikan akses yang terbuka bagi semua peserta didik.
Peserta didik di sekolah inklusif, ada tiga klasifikasi besar, yaitu:
- Peserta didik reguler. Peserta didik reguler adalah peserta didik yang tidak memiliki hambatan tertentu, misalnya hambatan fisik, mental kognitif, sensorik dan hambatan lainnya yang menyebabkan mereka mengalami kendala dalam mengikuti pembelajaran secara klasikal.
- Peserta didik berkebutuhan khusus. Peserta didik berkebutuhan khusus adalah peserta didik yang memiliki hambatan tertentu, seperti hambatan penglihatan, hambatan pendengaran, hambatan intelektual, hambatan fisik, hambatan dengan autistik, dan hambatan lainnya seperti anak hiperaktif, lamban belajar, rendah konsentrasi dan gangguan perilaku tertentu.
- Peserta didik berkebutuhan layanan khusus. Peserta didik berkebutuhan layanan khusus adalah peserta didik yang mengalami hambatan secara eksternal, seperti anak korban bencana alam, anak korban HIV, anak korban kekerasan rumah tangga dan lingkungan.
Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Anak Berkebutuhan Khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual.
Dalam paradigma pendidikan, keberagaman peserta didik yang kebutuhan khusus sangat dihargai karena setiap anak memiliki latar belakang kehidupan budaya dan perkembangan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, setiap anak memiliki kebutuhan khusus serta hambatan belajar yang berbeda-beda pula, sehingga setiap anak sesungguhnya memerlukan layanan pendidikan yang disesuaikan sejalan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak.
Pemahaman anak berkebutuhan khusus terhadap konteks, ada yang bersifat biologis, psikologis, sosio-kultural. Dasar biologis anak berkebutuhan khusus bisa dikaitkan dengan kelainan genetik dan menjelaskan secara biologis penggolongan anak berkebutuhan khusus, seperti brain injury yang bisa mengakibatkan kecacatan tunaganda.
Dalam konteks psikologis, anak berkebutuhan khusus lebih mudah dikenali dari sikap dan perilaku, seperti gangguan pada kemampuan belajar pada anak slow learner, gangguan kemampuan emosional dan berinteraksi pada anak autis, gangguan kemampuan berbicara pada anak autis dan Attention Deficit Hiperaktif Disorder (ADHD). Konsep sosio-kultural mengenal anak berkebutuhan khusus sebagai anak dengan kemampuan dan perilaku yang tidak pada umumnya, sehingga memerlukan penanganan khusus.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus (Heward, 2002) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Anak kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang sangat sukar untuk berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan handicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut:
- Disability yaitu keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
- Impairment yaitu kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
- Handicap yaitu ketidakberuntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.
Konsep anak berkebutuhan khusus memiliki arti yang lebih luas dibandingkan dengan pengertian anak luar biasa. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan. Oleh sebab itu, mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak.
Hal ini sesuai dengan pendapat Alimin (2007) yang mengungkapkan bahwa anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan yang disesuiakan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual. Dengan kata lain, lingkungan belajar, teknik, media, dan lainnya harus menyesuaikan dengan ABK.
Anak Berkebutuhan Khusus Temporer/Sementara
Alimin (2007) menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus temporer/sementara (temporary special needs) adalah anak-anak yang mengalami hambatan akibat dari faktor-faktor lingkungan seperti:
- anak mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat sering menerima kekerasan dalam rumah tangga
- mengalami kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan kasar oleh orang tuanya
- mengalami kesulitan kumulatif dalam membaca dan berhitung akibat kekeliruan guru dalam mengajar
- anak-anak yang mengalami trauma akibat dari bencana alam yang mereka alami.
ABK Permanen dan Temporer
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen (permanently special needs) adalah anak-anak yang mengalami hambatan dan kebutuhan khusus akibat dari kecacatan tertentu. Misalnya, kebutuhan khusus akibat dari kehilangan fungsi penglihatan, kehilangan fungsi pendengaran, perkembangan kecerdasan atau kognitif yang rendah, gangguan fungsi gerak atau motorik dan sebagainya. ABK yang temporer adalah sifat kebutuhannya bersifat sementara dan dapat disebutkan dengan berbagai layanan yang tepat.
Peserta didik yang mengalami lamban belajar, disleksia, diskalkulia, atau disgrafia dapat dikategorikan sebagai ABK temporer. Dengan demikian, memerlukan layanan pendidikan yang khusus. Apabila hambatan tersebut tidak mendapatkan intervensi yang tepat, maka tidak menutup kemungkinan menjadi permanen.
Anak berkebutuhan khusus baik yang bersifat temporer maupun yang bersifat permanen memerlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan-kebutuhannya.
sumber: Modul Bimtek Guru Pembimbing Khusus