Identifikasi, Asesmen, dan Intervensi

Identifikasi

Identifikasi adalah suatu proses yang dilakukan secara sistematis untuk menemukenali sesuatu benda atau seseorang dengan menggunakan instrumen terstandar. Dalam konteks pendidikan khusus identifikasi merupakan proses menemukenali peserta didik sebelum yang bersangkutan mengikuti pembelajaran. Proses identifikasi peserta didik meliputi pengenalan kemampuan (awal), kelemahan atau hambatan, dan kebutuhan untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya. Proses belajar yang diberikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus adalah proses untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki peserta didik yang bersangkutan dengan meminimalkan hambatan yang dimilikinya.

Tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional, dan lain sebagainya. Hasil identifikasi akan menjadi dasar dalam proses pembelajaran bagi peserta didik yang bersangkutan. Identifikasi peserta didik dilakukan untuk lima hal, yaitu penjaringan (screening), pengalihtanganan (referal), klasifikasi, perencanaan pembelajaran, dan pemantauan kemajuan belajar

Asesmen

Asesmen adalah upaya untuk mengetahui kemampuan-kemampuan yang dimiliki, hambatan/kesulitan yang dialami, mengetahui latar belakang mengapa hambatan/kesulitan itu muncul dan untuk mengetahui bantuan apa yang dibutuhkan oleh yang bersangkutan. Berdasarkan data hasil asesmen tersebut dapat dibuat program pembelajaran yang tepat bagi anak itu.

Asesmen dalam pendidikan khusus dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu: 1) asesmen berbasis kurikulum (asesmen akademik), dan 2) asesmen berbasis perkembangan, dan 3) asesmen kekhususan (asesmen non-akademik). Teknik pelaksanaan asesmen meliputi tes, wawancara, observasi, dan analisis pekerjaan anak. Dalam suatu proses asesmen, biasanya semua teknik itu dapat digunakan untuk melengkapi data yang dibutuhkan, tidak hanya berpatok pada satu teknik saja. Ketika ditemukan peserta didik yang memiliki perbedaan dengan peserta didik pada umumnya, baik dalam bidang akademis maupun non akademis sebaiknya stokeholder melakukan hal-hal sebagai berikut:

Peran guru

  1. Melakukan pendekatan persuasif terhadap peserta didik
  2. Berdiskusi dengan teman sejawat dan kepala sekolah
  3. Mengkonfirmasikan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan peserta didik dengan orang tua ketika di rumah.

Peran Orang tua

  1. Berkoordinasi dengan Rumah Sakit (Poli Tumbuh Kembang Anak)
  2. Berkonsultasi dengan Dokter anak dan atau Psikolog
  3. Berkoordinasi dengan Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa) terdekat

Peran Kepala sekolah

  1. Berkoordinasi dengan Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa) terdekat
  2. Melapor kepada Dinas pendidikan setempat
  3. Sekolah membuat proposal penyelenggaraan pendidikan inklusi
  4. Proposal diajukan kepada Dinas Pendidikan Propinsi setelah memperoleh rekomendasi dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota

Peran Dinas Pendidikan

Tim verifikasi Dinas Pendidikan Propinsi mengkaji propsal (surat) yang telah diajukan oleh pihak sekolah.

  1. Tim verifikasi Propinsi terdiri dari unsur, Dinas Pendidikan Propinsi, Perguruan tinggi, Organisasi profesi. Tim verifikasi mengadakan studi kelayakan kepada sekolah yang telah mengadakan permohonan,
  2. Dinas Pendidikan Propinsi menerbitkan surat penetapan penyelenggaraan pendidikan inklusi, bagi sekolah yang dinyatakan memenuhi persyaratan yang telah ditatapkan oleh tim verifikasi

Intervensi

Layanan intervensi dimaksudkan untuk menangani hambatan belajar dan hambatan perkembangan, agar mereka dapat berkembang secara optimal. oleh karena itu target layanan intervensi adalah perkembangan optimal yang harus dicapai oleh seorang anak yang mengalami hambatan perkembangan dan hambatan belajar, sebagai dampak dari hambatan yang dimilikinya. Intervensi dilakukan setelah dilakukan adanya hasil asemen diketahui.

Berita Terkait