Persepsi dan Pengambilan Keputusan Individual

  1. Pengertian Persepsi

Persepsi adalah proses di mana seseorang mengorganisasi dan menginterpretasikan suatu kesan yang mereka rasakan yang bertujuan untuk mengartikan keadaan lingkungan mereka. Namun apa yang merupakan persepsi seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang objektif. Karena perilaku orang didasarkan pada persepsi mereka akan realitas, dan bukan pada realitas itu sendiri, maka persepsi sangat penting pula dipelajari dalam perilaku organisasi. Persepsi menjadi penting karena kebiasaan seseorang lebih didasarkan pada persepsi yang mereka rasakan dibandingkan dengan kenyataan yang ada.

  • Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persepsi

 Sejumlah faktor akan membentuk dan terkadang mendistorsi sebuah persepsi. Faktor-faktor ini dapat berada di pengindra; dalam objek, atau target, yang dirasakan; atau dalam konteks situasi di mana persepsi dibuat (lihat Gambar 6-1).

Dari gambar di atas disebutkan terdapat tiga faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu :

  1. Pelaku Persepsi

Penafsiran seorang individu pada suatu objek yang dilihatnya akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya sendiri, diantaranya sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan. Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan akan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi  mereka.

  • Target

Gerakan, bunyi, ukuran, dan latar belakang, kedekatan, kemiripan dan atribut-atribut lain dari target akan membentuk cara kita memandangnya. Misalnya saja suatu gambar atau lukisan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang oleh orang yang berbeda. Selain itu, objek yang berdekatan akan dipersepsikan secara bersama-sama pula.

  • Situasi

Situasi juga berpengaruh bagi persepsi kita. Misalnya saja, seorang wanita yang berparas lumayan mungkin tidak akan terlihat oleh laki-laki bila ia berada di mall, namun jika ia berada di pasar, kemungkinannya sangat besar bahwa para lelaki akan memandangnya.

  • Teori Atribusi

Teori atribusi mencoba menjelaskan cara kita menilai orang secara berbeda, tergantung pada makna yang kita kaitkan dengan perilaku tertentu. Ini menunjukkan bahwa ketika kita mengamati perilaku seseorang, kita berusaha untuk menentukan apakah itu disebabkan oleh internal atau eksternal. Penentuan itu, sebelumnya sangat bergantung pada tiga faktor: (1) kekhususan, (2) konsensus, dan (3) konsistensi sebagaimana terlihat dari gambar 6.2.

Tiga faktor penentu dalam teori atribusi dijelaskan sebagai berikut.

  1. Konsensus

Konsensus merupakan derajat kesamaan reaksi orang lain terhadap stimulus atau peristiwa tertentu dengan orang yang sedang kita observasi. Apakah suatu perilaku cenderung dilakukan oleh semua orang pada situasi yang sama. Makin banyak yang melakukannya, makin tinggi konsensus, dan sebaliknya.

  • Konsistensi

Konsisten adalah derajat kesamaan reaksi seseorang terhadap stimulus atau peristiwa yang sama pada waktu yang berbeda. Apakah pelaku yang bersangkutan cenderung melakukan perilaku yang sama di masa lalu dalam situasi yang sama. Kalau “ya”, konsistensinya tinggi, kalau “tidak”, konsistensinya rendah.

  • Distingsi atau kekhususan

Distingsi merupakan derajat perbedaan reaksi seseorang terhadap berbagai stimulus atau peristiwa yang berbeda-beda. Apakah pelaku yang bersangkutan cenderung melakukan perilaku yang sama di masa lalu dalam situasi yang berbeda-beda. Bila seseorang memberikan reaksi yang sama terhadap stimulus yang berbeda-beda, maka dapat dikatakan orang yang bersangkutan memiliki distingsi yang rendah.

Sedangkan klarifikasi perbedaan antara sebab-akibat internal dan eksternal adalah sebagai berikut.

  1. Atribusi Internal

Jika perilaku seseorang yang diamati disebabkan oleh factor-faktor internal, misal sikap, sifat-sifat tertentu, ataupun aspek-aspek internal yang lain. Contoh, jika anak memperoleh nilai raport yang jelek, maka sebabnya dapat saja karena anak itu malas, terlalu banyak main, atau bodoh.

  • Atribusi eksternal

Jika perilaku sosial yang diamati disebabkan oleh keadaan atau lingkungan di luar diri orang yang bersangkutan. Contoh, jika anak memperoleh nilai raport yang jelek, maka sebabnya dapat saja karena ada masalah dengan lingkungannya, orang tuanya bercerai, hubungan yang jelek dengan orang tua, ditekan oleh teman-teman, ataupun gurunya yang tidak menarik.

  • Cara Pintas dalam Menilai Orang Lain secara Umum

Cara pintas yang kita gunakan dalam menilai orang lain seringkali sangat berguna. Ini memungkinkan kita untuk membuat persepsi akurat dengan cepat dan memberikan data yang valid untuk membuat prediksi. Namun, cara tersebut tidak begitu mudah dan dapat membawa kita ke dalam masalah ketika cara tersebut menghasilkan distorsi yang signifikan. Berikut klasifikasi cara pintas dalam menilai seseorang secara umum.

  1. Persepsi Selektif (Selective Perpection)

Kecenderungan untuk secara selektif menginterpretasikan apa yang seseorang liat dalam basis minat, latar belakang, pengalaman, dan sikap seseorang. Oleh karena itu, tidak mungkin bagi kita untuk menasimilasikan semua hal yang kita lihat, kita dapat mengambil hanya rangsangan tertentu saja. Persepsi selektif membuat kita membaca orang lain dengan cepat, tetapi bersiko menggambarkan gambaran yang tidak akurat. Kita dapat menggambarkan kesimpulan yang tidak dapat dijamin dari sebuah keadaan yang ambigu.

  • Efek Halo (Halo Effect)

Kecenderungan untuk menggambarkan impresi umum mengenai seseorang indivdu berdasarkan karakteristik tunggal. Efek halo dikonfirmasi dalam sebuah studi klasik dimana objek diberikan sebuah daftar-daftar sifat cerdas, terampil, giat, rajin, berkemauan kuat, serta hangat. Subjek diminta untuk mengevaluasi orang yang memiliki sifat-sifat tersebut. Subjek menilai orang itu bijaksana, humoris, populer, dan imajinatif. Ketikaa daftar yang sama menggantukan “dingin” dengan “hangat”, satu gambaran yang benar-benar berbeda muncul. Subjek membuat sebuah sifat tunggal yang mempengaruhi kesan keseluruhan mereka atas orang lain yang mereka nilai.

  • Efek Kontras (Contrast Effect)

Evaluasi atas karakteristik seseorang dipengaruhi oleh perbandingan dengan orang lain yang baru muncul yang berperingat lebih tinggi atau lebih rendah dalam karakteristik yang sama.

  • Stereotip (Stereotype)

Menilai seseorang berdasarkan persepsi mengenai kelompok asalnya. Kalimat-kalimat seperti : “Pria tidak tertarik dengan perawatan anak”, “Pekerja yang lebih tua tidak dapat mempelajari keahlian-keahlian baru”, Imigran Asia adalah pekerja keras dan hati-hati”, merupakan contoh dari menilai orang lain secara stereotip. Riset menyatakan stereotip beroperasi secara emosional dan sering kali di bawah alam sadar, membuat sulit untuk dilawan dan diubah. Satu masalah dari stereotip adalah adanya generalisasi yang menyebar luas, meskipun mungkin tidak mengandung kebenaran ketika diaplikasikan pada orang atau situasi tertentu.

  • Aplikasi Penggunaan Cara Pintas dalam Sebuah Organisasi

Orang-orang dalam sebuah organisasi selalu melakukan penilaian terhadap orang lain. Misalnya seorang manajer harus menilai kinerja karyawan mereka, kita harus mengevaluasi seberapa besar upaya rekan kerja kita dalam bekerja dan masih banyak contoh lainnya. Berikut cara pintas yang sering digunakan secara umum di sebuah organisasi.

  1. Wawancara Kerja

Riset membuktikan kita dapat  membentuk kesan atas orang lain hanya dalam 10 detik, berdasarkan pandangan pertama. Riset baru mengindikasikan bahwa intuisi individual kita mengenai sebuah kandidat pekerjaan tidak dapat diandalkan dalam memprediksi kinerja, tetapi bahwa mengumpulkan semua masukan dari banyak elevator independen dapat menjadi lebih prediktif. Kebanyakan keputusan pewawancara berubah sangat sedikit sesudah 4 atau 5 menit pertama wawancara. Sebagai hasilnya, informasi yang diperoleh dari awal wawancara membawa bobot yang lebih besar dibandingkan informasi yang diperoleh sedudahnya.

  • Ekspektasi  Kinerja

Istilah prediksi pemenuhan diri dan efek Pygmalion menjelaskan bagaimana perilaku seorang individu ditentukan oleh ekspektasi orang lain. Ekspektasi menjadi realita.

  • Evaluasi Kinerja

Evaluasi kinerja sangat bergantung pada proses perceptual. Meskipun penilaian bisa jadi objektif, tetapi lebih banyak orang yang menilai secara subjektif. Tentu ini adalah peikiran yang keliru.

  • Hubungan Antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan Individu

Setiap individu akan mengambil keputusan ketika ia dihadapkan pada dua atau lebih pilihan alternatif. Oleh karena itu, pengambilan keputusan individu merupakan bagian penting dari perilaku organisasi. Akan tetapi cara individu dalam mengambil keputusan dan kualitas pilihannya sangat dipengaruhi oleh persepsi mereka.

Pengambilan keputusan terjadi sebagai reaksi atas suatu masalah yang sedang dihadapi. Yaitu perbedaan antara situasi sekarang dengan situasi yang diinginkan, yang mengharuskan kita untuk mempertimbangkan alternatif tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasi atau menyelesaikan masalah tersebut. Terkadang masalah yang kita alami dapat menjadi suatu keuntungan bagi orang lain. Jadi kesadaran bahwa ada masalah dan bahwa keputusan mungkin atau mungkin tidak diperlukan adalah masalah perseptual.

Setiap keputusan membutuhan kita untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi yang kita terima.  Pada umumnya, kita menerima data dari berbagai sumber yang perlu kita saring, proses dan interpretasi. Data mana yang relevan bagi keputusan dan mana yang tidak? Persepsi kita akan menjawab pertanyaan itu. Kita juga perlu mengembangkan alternatif-alternatif dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahannya. Sekali lagi, proses perceptual kita akan mempengaruhi hasil akhir. Selama pengambilan keputuasan, kesalahan perseptual sering kali muncul sehingga dapat membiaskan analisis dan kesimpulan.

  • Pengambilan Keputusan dalam Organisasi

Untuk meningkatkan cara kita membuat keputusan dalam organisasi, kita harus memahami model-model pengambilan keputusan sebagai berikut.

  1. Pengambilan keputusan rasional

Pembuat keputusan tersebut membuat pilihan-pilihan yang konsisten dan memaksimalkan nilai dalam batasan-batasan tertentu.

Enam langkah model pengambilan keputusan rasional :

  • Mendefinisikan masalahnya
  • Mengidentifikasikan kriteria keputusan
  • Menimbang kriteria yang telah di identifikasikan sebelumnya
  • Membuat alternatif
  • Menilai setiap alternatif dalam setiap kriteria
  • Memperhitungkan keputusan yang optimal
  • Rasionalitas terbatas ( bounded rationality )

Sebuah proses pengambilan keputusan dengan mengembangkan model yang disederhanakan yang mengeluarkan fitur-fitur esensial dari masalah tanpa menangkap semua kompleksitasnya. Pikiran manusia tidak dapat merumuskan dan memecahkan masalah kompleks dengan rasionalitas penuh sehingga manusia beroperasi dalam batas-batas rasionalitas yang dibatasi.

  • Intuisi ( Intiutive decision making )

Sebuah proses tanpa sadar yang diciptakan dari pengalaman yang di peroleh pengambilan keputusan intuitif terjadi diluar pikiran sadar berpegang pada asosiasi holistis atau kaitan antara potongan-potongan informasi yang tidak sama, cepat,dan secara efektif di bebankan berarti melibatkan emosi. Dalam kasus tertentu, mengandalkan intuisi dapat meningkatkan pengambilan keputusan tetapi tidak juga dapat terlalu mengandalkannya.Sulit untuk mengetahui kapan intuisi tersebut benar atau salah. Kuncinya adalah dengan tidak meninggalkan atau tidak juga hanya mengandalkan intuisi, tetapi untuk melengkapi dengan bukti dan penilaian yang baik.

  • Bias Umum dan Kesalahan dalam Pengambilan Keputusan

Pengambil keputusan terlibat dalam rasionalitas terbatas, dalam penilaian mereka juga mungkit terdapat bias dan kesalahan. Untuk meminimalkan hal tersebut, orang cenderung terlalu bergantung pada pengalaman, impuls, firasat, dan aturan ibu jari. Berikut ini adalah bias paling umum dalam pengambilan keputusan.

  1. Bias terlalu percaya diri
  2. Bias terpaku pada satu informasi awal.
  3. Bias konfirmasi, pengumpulan data tidak objektif setapi selektif. Bias konfirmasi mewakili suatu kasus spesifik dari persepsi selektif
  4. Bias yang tersedia, kecenderungan untuk mendasarkan penilaian atas informasi yang tersedia.
  5. Eskalasi Komitmen, banyak organisasi menderita karena seorang manajer bertekad untuk membuktikan bahwa keputusan aslinya benar.
  6. Kesalahan random,  kecenderungan untuk percaya dapat memprediksi hasil dari kejadian acak adalah sebuah kesalahan acak.
  7. Menghindari risiko,  seseorang yang menghindari risiko akan tetap melakukan hal yang sama dalam pekerjaan mereka, daripada mengambil kesempatan pada metode inovatif atau kreatif.
  8. Bias penglihatan, kecenderungan untuk percaya secara salah, setelah hasilnya diketahui, bahwa kita telah meramalkannya secara akurat.
  9. Pengaruh pada Pengambilan Keputusan: Perbedaan Individu dan Batasan Organisasi

Perbedaan individu dan batasan organisasi adalah aktor yang memengaruhi cara orang membuat keputusan dan kemunduran yang rentan terhadap kesalahan dan bias.

  1. Perbedaan Individu
  2. Kepribadian

Tentu setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda, kepribadian ini mempengaruhi dalam pengambilan keputusan sebagai contoh dari kepribadian yg memiliki kehati-hatian dan harga diri. Kehati-hatian bisa mempengaruhi eskalasi komitmen, khususnya aspek kehati-hatian usaha keras untuk pencapaian dan kepatuhan. Harga diri juga juga mempengaruhi pengambilan keputusan pada dasarnya orang yg memiliki harga diri tinggi sangat termotivasi untuk mempertahankan keputusannya, sehingga mereka menggunakan bias pemenuhan diri untuk mempertahankannya, mereka menyalakan orang lain atas kegagalannya dan mengambil kredit atas kesuksesannya.

  • Jenis Kelamin

Riset atas kontemplasi menawarkan pandangan mengenai perbedaan jenis kelamin dala pengambilan keputusan. Kontemplasi bermakna berefleksi dalam waktu yang lama, dari segi pengambilan keputusan itu berarti terlalu memikirkan masalah. Dua puluh tahun studi mendapati wanita menghabiskan lebih banak waktu dibandingkan pria dalam menganalisis masa lalu, masa kini, dan masa depan, wanita hampir dua kali lebih banyak dari pria dalam mengembangkan depresi.

  • Kemampuan Mental

Kita tahu orang-orang dengan level kemampuan mental yang lebih tinggi mampu memproses informasi lebih cepat,sehingga anda mungkin mengekspekasikan mereka juga lebih sedikit beresiko salah mengambil keputusan umum, karna orang yang lebih cerdas itu lebih baik dalam menghindari kesalahan logis seperti silogisme salah atau kesalahan interpretasi data.

  • Perbedaan Budaya

Budaya berbeda dalam orientasi waktu, pentingnya rasionalitas, kepercayaan dalam kemampuan orang memecahkan masalah, dan prefensi pengambilan keputusan kolektif. Beberapa budaya menekankan pemecahan masalah, sedangkan yang lain fokus pada menerima situasi sebagaimana adanya, Amerika Serikat masuk dalam kategori memecahkan masalah sedangkan Thailand dan Indonesia termasuk dalam negara yang menerima situasi sebagaimana adanya.

  • Batasan Organisasi
  • Evaluasi Kinerja

Manajer dipengaruhi oleh kriteria yang menjadi dasar mereka dievaluasi. Jika seorang manajer divisi percaya bahwa kinerja pabrik yang berada di bawah tanggung jawabnya beroprasi terbaik ketika ia tidak mendengar hal negatif, kita akan mendapati manajer pabriknya bekerja menghabiskan banyak waktu untuk memastikan tidak ada informasi negatif yang sampai padanya.

  • Sistem Imbalan

Sistem imbalan organisasi mempengaruhi pengambilan keputusan dengna menyarankan pilihan apa yang memiliki pembayaran pribadi yang lebih baik. Jika organisasi menghargai pengindraan risiko, manajer lebih mungkin untuk mengambil keputusan konservatif. Dari tahun 1930-an General Motors secara konsisten memberikan promosi dan bonus pada manajer yang tetap low profile dan menghindari kontroversi. Eksekutif ini menjadi ahli dalam menghindari isu-isu dan menyerahkan keputusan-keputusan kontroversial pada komite.

  • Peraturan Baku

Organisasi membuat peraturan dan kebijakan untuk memprogram keputusan dan mengarahkan individu bertindak sesuai yang diharapkan. Dalam melakukan hal demikian, mereka membaasi pilihan-pilihan keputusan.

  • Batasan Waktu Akibat Sistem

Hampir smeua keputusan penting muncul dengan tenggat waktu eksplisit. Sebuah laporan tentang pengembangan produk baru bisa saja harus siap ditinjau komite eksklusif tanggal pertama bulan tersebut. Kondisi-kondisi demikian sering membuat sulit, jika tidak mungkin, bagi manajer untuk memperoleh semua informasi sebelum mengambil keputusan.

  • Contoh Historis

Keputusan tidak dibuat dalam ruang vakum, mereka memiliki sebuah konteks. Keputusan-keputusan individu merupakan poin-poin dalam arus pilihan; yang dibuat di masa lampau seperti hantu yang membuntuti dan membatasi pilihan-pilihan sekarang. Merupakan rahasia umum bahwa penentu terbesar dari ukuran dari anggaran tahun ini adalah anggaran tahun lalu. Pilihan yang dibuat hari ini sebagian besar merupakan hasil dari pilihan-pilihan yang dibuat bertahun-tahun.

  1. Tiga Kriteria Keputusan Etis
  2. Kriteria Utilitarianisme

Kriteria utilitarianisme adalah suatu keputusan yang dibuat berdasarkan hasil atau konsekuensinya. Tujuan dari keputusan utilitarianisme adalah memberikan kebaikan besar pada jumlah yang terbanyak. Pandangan ini mendominasi keputusan bisnis dan konsisten dengan sasaran seperti efisiensi, produktivitas, dan laba tinggi. Misalnya, dengan memaksimalkan laba seorang pembisnis dapat memperlihatkan bahwa dia mendapatkan kebaikan dalam jumlah terbanyak dan ketika ia mengeluarkan peringatan pencatatan untuk 15 persen karyawannya.                                

  • Kriteria Etis yang Terfokus Pada Hak

Kriteria etis yang terfokus pada hak adalah membuat keputusan yang konsisten dengan kemerdekaan dan hak fundamental. Sebuah penekanan pada hak dalam pengambilan keputusan berarti menghormati dan melindungi hak asasi manusia seperti hak pribadi, berbicara dengan bebas, dan berhubungan dengan proses. Penggunaan kriteria ini dapat melindungi pembocor rahasia (whistle-brower) individu yang melaporkan perbuatan-perbuatan tidak etis atau ilegal dari pemberi kerja mereka kepada pihak luar ketika mereka mengungkapkan perbuatan-perbuatan tidak etis oleh organisasi mereka kepada pers atau agensi-agensi pemerintahan dengan dasar hak untuk berbicara dengan bebas.

  • Kriteria Terfokus pada Keadilan

Kriteria terfokus pada keadilan ini mengharuskan individu untuk menentukan dan menjalankan peraturan-peraturan dengan baik dan adil sehingga terdapat distribusi laba dan biaya secara adil. Anggota-anggota serikat kerja biasanya menyukai pandangan ini , pandangan ini membenarkan pemberian bayaran yang sama untuk setiap individu atas pekerjaan tertentu, tanpa memerhatikan perbedaan-perbedaan kinerja,dan penggunaan senioritas sebagai penentu utama dalam membuat keputusan-keputusan pemberhentian.

  1. Meningkatkan Kreativitas dalam Pengambilan Keputusan

Meskipun model pengambilan keputusan yang rasional akan sering memperbaiki keputusan, pembuat keputusan yang rasional juga membutuhkan kreativitas, kemampuan untuk menghasilkan ide-ide yang baru dan berguna. Kreativitas memungkinkan pengambil keputusan untuk lebih dapat menilai dan memahami masalah, termasuk melihat masalah yang tidak dilihat oleh orang lain.

  1. Potensi Kreatif

Sebagian besar orang memiliki potensi kreatif yang bermanfaat. Tetapi untuk melepaskannya, mereka harus melarikan diri dari bekas-bekas psikologis yang banyak dari kita jatuh ke dalam dan belajar bagaimana memikirkan masalah dengan cara yang berbeda.

  • Model Kreatifitas Tiga Komponen

Tiga komponen model kreativitas untuk merangsang kreativitas seseorang adalah keahlian, kemampuan berpikir kreatif, dan motivasi tugas intrinsik. Studi mengkonfirmasi bahwa semakin tinggi level masing-masing, semakin tinggi kreativitasnya.

Keahlian adalah fondasi untuk semua kerja kreatif. Potensi kreativitas ditingkatkan ketika individu memiliki kemampuan, pengetahuan, keahlian, dan keahlian serupa di bidang usaha mereka. Keterampilan berpikir kreatif mencakup karakteristik kepribadian yang terkait dengan kreativitas, kemampuan untuk menggunakan analogi, dan bakat untuk melihat yang akrab dalam cahaya yang berbeda. Motivasi tugas intrinsik adalah keinginan untuk mengerjakan sesuatu karena itu menarik, memuaskan, atau menantang secara pribadi. Stimulan lingkungan yang menumbuhkan kreativitas termasuk budaya yang mendorong aliran ide dan kebebasan untuk memutuskan pekerjaan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya.

  • Perbedaan Internasional

Tidak ada standar etika global. Organisasi global harus menetapkan prinsip-prinsip etika bagi pengambil keputusan di negara-negara seperti India dan Cina dan memodifikasinya untuk mencerminkan norma-norma budaya jika mereka ingin menjunjung standar yang tinggi dan praktik yang konsisten.

Berita Terkait