#18 SD Isegaoka

Hari ini kami mengadakan study lapangan di SD Isegaoka. SD tersebut sudah berumur 50 tahun dengan jumlah siswa 592 siswa  dan jumlah guru 50 orang. Di SD Isegaoka mempunyai 18 kelas biasa dan 6 kelas anak berkebutuhan khusus. Adapun kelas anak berkebutuhan khusus terdiri dari lambat menerima informasi, kelas untuk anak gangguan mental dan kelas untuk difabel.  Observasi yang pertama kami memasuki kelas anak berkebutuhan khusus dengan kategori ADHD atau anak yang emosinya naik turun, dalam kelas tersebut terdapat 6 siswa, mereka sedang belajar tentang origami.

                Kelas yang kedua adalah kelas learning disabilitas, ada 8 anak dalam ruangan tersebut dengan satu guru inti dan dua guru pendamping, mereka sedang belajar kosa kata dengan menggunakan kartu. Selanjutnya terdapat kelas dengan anak difabel. Kelas tersebut hanya ada satu anak, selama 10 kali dalam seminggu anak tersebut akan belajar bersama-sama dengan teman yang lain.

                Selanjutnya kami masuk ke kelas regular dimana dalam kelas tersebut terdapat 35 anak, mereka sedang belajar sejarah, anak membadakan semacam PKG entuk kelompok kemudian diberi tugas oleh gurunya yang ditulis di papan-papan tulis kecil setelah selesai berdiskusi dengan temannya maka papan kecil tersebut di tempel di papan tulis utama. Selanjutnya siswa menanggapi jawaban temannya. Diakhir pelajaran guru bersama murid bersama-sama membahas tentang hasil pekerjaan mereka.

                Setelah melakukan observasi kelas kami berdiskusi dengan kepala sekolah tentang banyak hal diantaranya sekolah ini juga mengadakan penilaian yang dilakukan kepala sekolah terhadap guru-gurunya. Dalam penilaian tersebut tertulis juga kekuatan dan kelemahan masing-masing, target yang harus dicapai dalam setiap kegiatan ektra kulikuler dan sebagainya. Untuk anak difabel dalam seminggu ada 10 kali belajar bersama anak regular.

                Masyarakat di sekitar sekolah juga berkontribusi terhadap proses pembelajaran di sekolah tersebut sebagai contoh ada kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat lingkungan sekitar untuk memberi kegiatan yang sangat berguna untuk anak-anak dan itu dilakukan oleh masyarakat itu sendiri misal mereka datang ke sekolah untuk bercerita tentang tepat-tempat bersejarah yang ada di kota Fukuyama, bermain golf dengan kakek-kakek, merangkai bunga di kelas oleh tetangga sekolah atau meramu teh hijau secara tradisional dan sebagainya. Selain itu sekolah juga mengadakan berbagai kegiatan untuk berpartisipasi terhadap acara-acara masyarakat seperti menampilkan kegiatan drumb band dalam festival kota atau berpartisipasi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah kota.

                Anak dari kelas inklusi dapat ijazah sama seperti kelas regular. Para guru di Jepang selalu membawa Handy Talky dan peluit yang berguna untuk memberikan informasi jika ada masalah dikelas supaya cepat tertangani sedangkan peluit berguna untuk pembelajaran. Hubungan guru dan murid hanya sebatas di sekolah tidak ada hubungan yang berlanjut ke media sosial. Tidak ada aturan untuk menjadi kepala sekolah , rata-rata kepala sekolah di Jepang 10 tahun bahkan kepala sekolah SD Isegaoka sudah menjabat selama 12 tahun. Jika sudah menjabat dan belum masuk usia pensiun maka akan kembali menjadi guru. Usia pensiun guru adalah 60 tahun.

Berita Terkait