#17a Observasi ke SD Tajime

Pada kesempatan hari ke 17 kami mengikuti Short Course ke Jepang. Kami mengunjungi SD Tajime. SD Tajime mempunyai murid 482 siswa dan ada 5 kelas inklusi.

Ucapan selamat datang dari SD Tajime

Disambut Dewan Pendidikan, Kepala Sekolah dan Wakil Kepala sekolah

Kelas pertama yang kami kunjungi adalah kelas 2 dengan jumlah siswa sebanyak 30 anak, pada saat itu anak belajar mata pelajaran Bahasa Jepang dengan tema penyerbukan.

Kami masuk ke kelas yang diajar oleh guru baru, karena baru maka saat dia mengajar ada guru pembimbing. Dalam kelas tersebut setiap satu minggu sekali ada satu kali pertemuan dengan guru pembimbing.

Rata-rata guru di Jepang sudah berpengalaman masuk kelas selama 10 tahun baru bisa masuk tanpa guru pembimbing. Selama 10 tahun tersebut dia akan mempelajari banyak metode dan pada akhirnya memilih metode pengajaran seperti apa yang paling nyaman dia pakai dalam proses pembelajaran di dalam kelas.

Selanjutnya kami masuk kelas 6, di kelas mereka sedang belajar tentang pendidikan budi pekerti, saat kami masuk serempak mereka mengatakan “assalamualaikum sensei “ kemudian oleh gurunya mereka disuruh untuk menyanyikan lagu kebangsaan Jepang yaitu Kimigayo dan mereka meminta kami menyanyikan lagu Indonesia Raya. Memang benar ya kalau kata orang kalau menyanyikan lagu Indonesia Raya akan beda rasanya jika di luar negeri seperti saat ini.

Pembelajaran dilanjutkan dengan membuka buku bahan ajar halaman 9, guru membaca dan siswa mengikuti, mereka membahas tentang Tokyo Olimpic tahun 2020.

Kemudian kami berpindah ke kelas Bahasa Inggris, dengan jumlah siswa sebanyak 35 anak dengan tema hal-hal yang berkaitan dengan Indonesia seperti makanan, olah raga, buah dan sebagainya. Anak di buat kelompok kemudian di beri tugas untuk bertanya kepada para guru Indonesia makanan apa yang mereka suka dan diberi tandatangan pada pilihan tersebut. Kalau saya amati dalam hal bertanya baik itu di depan gurunya atau kepada orang asing, siswa Jepang lebih aktif dan pemberani.

Kami juga masuk ruang terapi bagi kelas inklusi, ruang ini dibangun dengan berbagai fasilitas seperti ayunan, trampoline, ruang terapi, bangku panjang dan berbagai alat bantu anak berkebutuhan khusus. Fungsi ruang terapi ini untuk membangun kehangatan hubungan dengan siswa, setiap satu minggu sekali selama satu jam anak berkebutuhan khusus akan bermain dan bersosialisasi di ruang tersebut. Bahkan beberapa sekolah juga menggunakan ruang ini untuk mengirim anak berkebutuhan khusus terapi di ruang tersebut.

Saat ini ada 18 siswa berkebutuhan khusus. Pada tahun 2017 yang lalu jumlah siswa berkebutuhan khususnya berjumlah 25 – 30 siswa. Menurut pengamatan kami beberapa kelas harus mendapatkan perawatan/treatment khusus seperti kelas autis yang saat itu sedang diajarkan tentang senam yang menggerakan tubuh secara sederhana dengan tujuan melatih konsentrasi mereka.

Berita Terkait