Pada hari ke 12 kunjungan ke negeri Sakura, kami mengadakan observasi ke SMP Hanazono. Beberapa hasil observasi akan saya tulis dibawah ini.
Observasi pertama kami masuk ke dalam kelas berkebutuhan khusus, di dalam satu kelas terdapat 14 anak berkebutuhan khusus dengan jenis learning disability. Kelas dimulai dengan salah satu murid memimpin teman-temannya untuk menghormat pada guru. Pelajaran pada hari itu adalah Bahasa Jepang dengan tema membuat karangan. Salah satu murid disuruh maju ke depan kelas untuk membaca karangan yang minggu lalu sudah dibuat. Anak tersebut menceritakan bagaimana dia belajar huruf kanji. Setelah itu dia duduk dan guru bertanya kepada anak yang lain tentang pencapaian mereka terhadap hasil belajar tersebut, guru memberi motivasi dengan memberikan masukan.
Selanjutnya guru memberi selembar kertas kepada siswa agar mereka menulis karangan baru dengan tema pencapaian tahun lalu. Selama menulis karangan mereka terus dibimbing oleh guru pembimbing, khusus untuk anak yang tingkat learning disability berat maka guru akan selalu berada disampingnya. Kelas tersebut hanya ada setiap satu bulan sekali, di hari-hari biasa mereka belajar bersama dengan anak normal di kelas regular. Guru mengungkapkan kalau kondisi kelas seperti ini mereka akan nampak seperti orang normal akan tetapi jika diamati di kelas regular bersama anak-anak biasa mereka akan tampak berbeda. Dalam kelas tersebut terdapat gabungan dari anak berkebutuhan khusus dari kelas 1, 2 dan 3.
Selanjutnya anak disuruh menyebutkan huruf kanji yang dia tahu, untuk anak normal sudah dipelajari di SD tetapi karena ini kelas anak berkebutuhan khusus maka diulang lagi. Ditengah pembelajaran, guru memberikan instruksi tambahan yaitu harus menggunakan kata-kata kanji yang sudah ditulis di depan kemudian kanji diberi tanda bulat yang nanti akan jadi bahan cara mereka menghafal kemudian siswa disuruh menulis lagi di kolom yang baru.
Setelah itu siswa disuruh membacakan hasil dari karangannya dan memberitahu teman-teman satu kelas sebaiknya memilih kanji apa yang harus diingat. Setelah anak menuliskan peta konsepnya kemudian anak disuruh mengembangkan isi dari peta konsep tersebut menjadi sebuah karangan utuh. Guru di depan kelas memberikan tips dan strategi bagaimana mencapai resolusi yang sudah ditulis. Dalam kelas tersebut terdapat dua anak yang mengalami learning disability yang berat seperti susah konsentrasi, guru terus berkeliling antar siswa untuk memeriksa pekerjaan siswa.
Dalam observasi yang dilakukan, terlihat anak-anak tersebut membuat karangan diantaranya menceritakan saat dia menjadi panitia field trip di kelasnya. Di akhir acara anak disuruh melipat hasil karangannya menjadi lebih rapi.
Setelah selesai observasi kami diterima di ruang rapat bersama dengan kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru inti serta guru pembimbing yang berada di dalam kelas yang kami observasi. Bersama Mr. Masakiro Kunikata sebagai penanggung jawab, Mitsio Mitsuhati sebagai kepala sekolah, Hidaka sebagai wakil kepala sekolah dan Kuboki sebagai wakil kepala sekolah urusan kesiswaan.
Mereka menjelaskan bahwa kelas untuk pelajaran IPA dan matematika, anak-anak ini dibagi menjadi tiga kelompok. Sedangkan untuk kelas yang baru saja kami observasi ternyata itu kelas bahasa dimana kelas tersebut digabung untuk mengetahui tingkat kecepatan mengarang anak sehingga nantinya yang cepat akan berada pada kelompok cepat, yang lambat akan berada pada kelompok lambat sehingga mudah dalam pengawasan dan penangannya.
Sebagai contoh untuk memegang bolpoin seorang anak berkebutuhan khusus juga harus diberi tahu cara yang tepat untuk memegang bolpoin tersebut. Pelajaran yang selalu digabung dengan kelas regular adalah pelajaran olah raga dan kesenian. Untuk anak berkebutuhan khusus yang tidak berat dapat digabung di kelas regular sedangkan anak berkebutuhan khusus berat ada kelas khususnya. Yang diajarkan di kelas khusus adalah bagaimana mempersiapkan kelas bisa mandiri.
Setiap bulan Oktober akan ada pertukaran pelajar khusus anak berkebutuhan khusus selama 6 bulan. sebagai informasi tambahan bahwa di SMP Hanazono yang sudah berdiri selama 70 tahun memiliki 23 kelas yang terbagi di kelas satu sebanyak tujuh kelas, di kelas delapan sebanyak 8 kelas dan di kelas Sembilan sebanyak 8 kelas.
Untuk kelas khusus semua pelajaran berada di lapangan (praktek) sedangkan untuk kelas regular dilakukan praktek 3 kali dan teori 1 kali.
Diakhir observasi, kami mendapatkan satu kesan dari para guru anak berkebutuhan khusus ini. Yaitu hal yang paling membahagiakan adalah apabila anak-anak berkebutuhan khusus ini bisa mengikuti instruksi yang telah mereka (guru) ajarkan.