Negara Jepang adalah negara yang memulai pelaksanaan Lesson Study atau dapat dikatakan Lesson Study itu asalnya dari Jepang. Kegiatan ini dilakukan dua kali dalam satu bulan, dimana mereka berdiskusi dan berbagi tentang apa saja yang bertujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki pembelajaran di dalam kelas, salah satunya dimana para guru kelas lain atau guru sekolah lain masuk kelas dan ikut dalam pembelajaran salah satu guru yang ditunjuk atau mengundang guru dari sekolah lain untuk mengajar di dalam kelasnya. Kemudian mereka akan berdiskusi tentang berbagai permasalahan di dalam kelas yang berkaitan dengan cara mengajar, media, metode dan lain lain.
Kegiatan lesson Study ini rutin dilakukan pada sekolah-sekolah di Jepang sehingga guru –guru di Jepang terus mengalami kemajuan dalam pengelolaan kelas karena mereka bisa saling memperbaiki dan memberi saran satu dengan yang lainnya. Prof. Haiyasiwara juga mengemukakan bahwa guru – guru di Jepang sangat rendah hati dan memupuk perasaan anak – anak supaya mereka lebih termotivasi untuk belajar.
Selain membahas tentang pelaksanaan Lesson Study, Prof. Haiyasiwara juga menjelaskan bahwa buku tentang nasionalisme (dalam arti sempit) dihilangkan setelah perang pada tahun 1945 agar anak tidak hanya mencintai negaranya sendiri tapi juga peduli dengan bangsa lain. Di Jepang sekarang ini jarang ada buku tentang cinta tanah air.
Berkaitan dengan kurikulum, di sana kurikulum dilihat dari dua sisi yaitu:
1. Sisi sempit berupa mata pelajaran, jadwal mingguan dan RPP
2. Sisi luas berupa penekanan pembelajaran anak dan pembangunan kurikulum berupa pembelajaran yang dilakukan oleh anak dan fungsi guru.
Prosedur dalam penerbitan buku ajar di Jepang melalui berbagai tahapan yaitu tahap compiling, tahap editing. tahap screening ( dilakukan oleh MEXT atau semacam Kementerian Pendidikan kalau di Indonesia ), tahap selection dan tahap use. Selanjutnya selama 2 tahun dilakukan review buku. Dulu saat perang berakhir dengan bantuan PBB, Jepang menerbitkan 3 juta buku /tahun, ditambah dengan guru yang secara sukarela mengajar di sekolah-sekolah. Selain itu di Jepang juga ada Terakoya yaitu semacam pondok pesantren kalau di Indonesia tetapi ini para biksu yang mengajar anak-anak.
Setelah perang, banyak buku dari Amerika Serikat yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Jepang tetapi sedikit demi sedikit Jepang mulai melepaskan diri dari pengaruh budaya asing.
Proses pendidikan di Jepang lebih banyak praktek seperti ke sawah, panti jompo, kebun, memerah susu, menganyam, teleconference dengan sekolah lain.
Prof. Haiyasiwara juga memutar film sejarah yang menceritakan perjalanan proses pendidikan di Jepang mulai dari pengenalan TV sebagai media pembelajaran yang dimulai dari 60 tahun yang lalu, dalam film tersebut menceritakan saat TV digunakan untuk pembelajaran di Jepang pada sekolah dasar di pegunungan. Mereka sangat senang dan memiliki semangat yang tinggi untuk belajar, mulai membuat barang – barang sederhana seperti yang dilihat di TV dan itu adalah awal dari Jepang mulai berkembang sehingga menjadi maju seperti sekarang ini.
Membahas Lesson Study bersama Prof. Haiyasiwara
Lesson Study bersama para guru SD, SMP dan SMA Jepang