Ada Apa dengan Buku Sekolah Cetak, Literasi Digital dan Aplikasi Augmented Reality?

Saat ini teknologi berkembang dengan sangat pesat dan telah masuk hampir ke semua sendi kehidupan. Salah satunya dalam bidang pendidikan, pemanfaatan teknologi secara optimal dapat mempercepat tercapainya tujuan pendidikan. Teknologi pada hakekatnya dapat mempermudah manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk diantaranya dalam kegiatan belajar mengajar. Penggunaan e-Learning dalam kegiatan belajar mengajar diharapkan bisa mempermudah siswa dalam belajar dan membantu mereka untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal.

Gambar 1. Rumah Belajar Kemdikbud.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini telah mengembangkan berbagai program berkaitan dengan e-Learning, salah satunya adalah Rumah Belajar (https://belajar.kemdikbud.go.id) yang terdapat pada portal resmi Kemdikbud. Dalam portal tersebut tersedia berbagai jenis e-Learning seperti Buku Sekolah Elektronik (BSE), Laboratorium Maya, Kelas Maya, Wahana Jelajah Nusantara, Bank Soal dan lain-lain. Rintisan e-Learning dari Kemdikbud ini sangat bagus, sayangnya masih belum dimanfaatkankan dengan baik oleh sebagian besar siswa di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain isi dari e-Learning yang belum lengkap dan belum ramah anak terutama untuk siswa sekolah dasar serta sosialisasi yang belum maksimal. e-Learning yang disediakan tidak mudah diakses dan cenderung membingungkan sehingga belum memberikan hasil yang optimal bagi pendidikan di Indonesia.

Agar e-Learning dapat memberikan hasil yang optimal, ada dua syarat yang harus dipenuhi. Yang pertama e-Learning harus bisa membantu siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal dan syarat yang kedua e-Learning harus mudah serta murah baik dari segi pemanfaatan oleh siswa maupun dalam proses persiapan oleh Kemdikbud.

Rochman Natawijaya dalam bukunya yang berjudul “Cara Belajar Siswa Aktif dan Penerapannya dalam Metode Pembelajaran” mengatakan bahwa hasil belajar yang maksimal dapat dicapai jika siswa belajar secara aktif. Guru tidak lagi memberitahu siswa tetapi siswa secara aktif mencari dan membangun pengetahuan di dalam pikiran mereka sendiri. Agar siswa dapat belajar secara aktif mereka harus memiliki keterampilan literasi, dimana salah satunya adalah literasi digital. Di masa yang akan datang, literasi digital akan menjadi sumber belajar utama sehingga pengenalan literasi berbasis digital perlu dilakukan sejak dini yaitu mulai dari siswa sekolah dasar.

Pengenalan literasi berbasis digital untuk siswa sekolah dasar harus disesuaikan dengan sisi psikologis dan kemampuan anak pada tahapan usia tersebut, caranya yaitu dengan memberikan literasi digital dalam bentuk gambar, video, video animasi, animasi interaktif maupun animasi berbasis augmented reality. Dengan menggunakan e-Learning seperti itu siswa sekolah dasar bisa dan mau belajar secara aktif, mereka dapat membangun pengetahuan secara mandiri dengan cara belajar yang menyenangkan sehingga hasil belajar bisa maksimal.

Selanjutnya e-Learning yang dibuat dalam bentuk literasi digital dan aplikasi augmented reality harus mudah diakses oleh siswa yaitu dengan cara memadukan e-Learning dengan buku sekolah cetak. Perpaduan seperti ini akan menjadikan buku sekolah cetak sebagai petunjuk untuk mengakses e-Learning. Demikian sebaliknya e-Learning tersebut bisa memberikan penjelasan lebih lanjut dalam materi yang tercantum pada buku sekolah cetak.

Selain itu, dengan menggunakan buku sekolah cetak maka proses penyebaran dan sosialisasi e-Learning menjadi lebih mudah. Setiap siswa di Indonesia mendapatkan buku sekolah cetak, dari buku tersebut mereka dapat mengetahui dan mengakses e-Learning. Caranya melalui marker (tanda) yang disematkan pada buku sekolah cetak dan dapat dipindai menggunakan ponsel atau tablet. Tanda tersebut akan menjadi pemicu keluarnya e-Learning pada ponsel atau tablet. Untuk tahap awal, pemerintah dapat memberikan bantuan ponsel atau tablet kepada setiap sekolah dengan jumlah yang tidak banyak sehingga biaya untuk mengenalkan e-Learning menjadi  murah.

Dari permasalahan dan solusi diatas, perpaduan antara buku sekolah cetak dengan literasi digital dan aplikasi augmented reality dapat menjadi upaya untuk optimalisasi pembelajaran e-Learning. Diharapkan dengan cara tersebut program e-Learning dapat segera terwujud.

e-Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kurikulum 2013 edisi Revisi tahun 2017 disebutkan bahwa siswa harus belajar secara aktif. Dengan belajar secara aktif siswa mencari dan membangun pengetahuan secara mandiri sehingga mereka bisa mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Agar siswa bisa belajar secara aktif dan mampu untuk mencari pengetahuan secara mandiri mereka harus memiliki keterampilan literasi yang artinya bisa menggali informasi dari berbagai sumber.

Salah satu sumber informasi utama yang bisa dimanfaatkan oleh siswa adalah sumber informasi yang berbasis digital atau e-Learning. Sumber informasi berbasis digital tersebut harus bisa dimanfaatkan dengan baik dan memudahkan siswa dalam belajar sehingga perlu dipersiapkan secara optimal. Artinya informasi berbasis digital harus dibuat dengan memaksimalkan potensi  dari kemajuan teknologi itu sendiri, sebagai contoh sumber informasi digital tidak hanya dibuat berupa teks tetapi dibuat dalam bentuk gambar maupun video dan dikemas secara menarik. Sumber informasi seperti ini disebut sebagai literasi digital.

Ada banyak jenis literasi digital yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk belajar. Misalnya adalah gambar, video, video animasi dan animasi interaktif. Literasi digital berupa gambar dapat memberikan visualisasi terhadap materi belajar sehingga siswa tidak hanya membayangkan tetapi dapat melihat bentuk dari apa yang mereka pelajari.

Literasi digital berbasis video dapat dibuat untuk menjelaskan berbagai materi pelajaran secara nyata dan detail serta dapat memperlihatkan obyek pelajaran dari berbagai sisi. Video dapat digunakan untuk menjelaskan tentang proses, fenomena alam, bentuk muka bumi, budaya dan lain-lain. Sebagai contoh video tentang proses metamorfosis, video tentang meletusnya gunung berapi, video tentang baju adat dan tarian nusantara. Saat ini banyak video seperti itu dan dapat diakses dengan gratis melalui Youtube.

Gambar 2. Video sebagai Media Belajar.

Video animasi dapat digunakan sebagai video untuk menyampaikan materi pelajaran dengan cara yang menyenangkan khususnya untuk siswa sekolah dasar, pada dasarnya siswa sekolah dasar menyukai film-film animasi. Video seperti ini bisa dibuat menjadi cerita yang lucu, menarik tetapi tetap mengandung unsur materi pelajaran. Siswa akan menikmati video animasi seperti ini yang pada akhirnya mereka akan mengerti isi dalam video animasi yang disampaikan.

Gambar 3. Video Animasi sebagai Media Belajar.

Selain dibuat dalam bentuk video, animasi dapat juga dibuat menjadi interaktif sehingga siswa dapat terlibat dan berinteraksi secara langsung dengan isi animasi yang disampaikan. Misalnya untuk materi pelajaran tulang, siswa dapat menjelajah, melihat dari berbagai sisi dan mengetahui nama semua tulang dari kepala sampai dengan kaki. Contoh lainnya adalah animasi tentang luar angkasa, siswa dapat menjelajah setiap sudut luar angkasa. Animasi interaktif juga bisa dibuat dalam bentuk game misalnya untuk belajar bahasa Inggris, matematika dan lain-lain.

Gambar 4. Animasi Interaktif untuk Pengenalan Tulang Manusia.

Selain literasi berbasis digital sebagaimana disebutkan diatas, e-Learning dapat dibuat dengan teknologi yang lebih baru yaitu dengan menggunakan aplikasi augmented reality. Sebagaimana dijelaskan dalam website kemdikbud (http://solmet.kemdikbud.go.id/pengertian-augmented-reality/) augmented reality adalah teknologi yang menggabungkan gambar animasi dua dimensi dan ataupun tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut secara realitas dalam waktu nyata. Sebagai contoh augmented reality ini adalah aplikasi Choky-choky AR Boboiboy, aplikasi ini menggunakan kartu bergambar sebagai pemicu munculnya animasi Boboiboy. Aplikasi AR Boboiboy dipasang pada ponsel atau tablet, ketika dijalankan akan menyerupai aplikasi kamera tapi ketika difokuskan pada kartu khusus maka akan muncul gambar animasi 3D yang bergerak di atas kartu secara nyata. Contoh lain dari augmented reality adalah aplikasi Pokemon Go. Berbeda dengan aplikasi AR Boboyboy, aplikasi ini tidak menggunakan marker (gambar atau tanda) sebagai pemicu munculnya animasi tetapi berdasarkan lokasi.

Gambar 5. Aplikasi Augmented Reality AR Boboiboy dan Pokemon GO.

Augmented reality dapat dikembangkan menjadi e-Learning yang sangat menarik. Saat ini sudah ada beberapa pihak yang mengembangkan augmented reality menjadi media belajar. Kelebihan aplikasi augmented reality dibandingkan dengan literasi digital lainnya adalah kemudahan yang ditawarkan untuk mengakses aplikasi ini. Cukup dengan satu aplikasi sudah bisa menampilkan materi pelajaran sedangkan literasi digital lainnya paling tidak memerlukan dua aplikasi untuk mengaksesnya, yaitu aplikasi barcode scanner dan aplikasi web browser atau Youtube.

Kelebihan lainnya adalah untuk mengakses animasi menggunakan augmented reality dapat dilakukan dengan pemicu berupa marker dalam bentuk tanda atau gambar bebas. Sedangkan untuk mengakses literasi digital seperti video maupun gambar diperlukan sebuah tanda khusus berupa barcode atau QR Code.

Gambar 6. Augmented Reality sebagai Media Belajar.

Penggunaan marker baik berupa gambar bebas maupun QR Code dapat mempermudah proses penyebaran e-Learning. Tanda berupa gambar ataupun QR Code dapat dibuat dan dicetak ke dalam berbagai media, salah satunya adalah media buku. Menyisipkan tanda gambar ataupun QR Code ke dalam buku sekolah cetak bisa menjadi solusi untuk mengoptimalkan e-Learning sebagai media pembelajaran.


 Gambar 7. Marker Gambar Bebas untuk pemicu Augmented Reality dan QR Code untuk Mengakses Literasi Digital Berbasis Web.

Pemanfaatan dan Persiapan e-Learning Mudah dan Murah

Memadukan buku sekolah cetak dan e-Learning memiliki banyak keuntungan, salah satunya adalah mudah. Marker berupa gambar atau QR Code dapat disisipkan pada setiap materi pelajaran pada buku sekolah cetak. Dengan menggunakan ponsel atau tablet, siswa dapat mengakses e-Learning secara mudah, yaitu dengan cara memindai gambar atau QR Code menggunakan aplikasi yang telah disediakan.

Buku sekolah cetak dapat menjadi panduan bagi siswa untuk mengakses semua materi pada e-Learning. Siswa dapat dengan mudah belajar berbagai materi pelajaran berdasarkan petunjuk yang ada pada buku sekolah cetak. Demikian juga sebaliknya, e-Learning yang dipadukan dengan buku sekolah cetak dapat digunakan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut dari materi yang ada pada buku sekolah sehingga siswa dapat belajar secara mandiri dengan cara yang mudah, menarik dan menyenangkan. Selain itu, biaya yang dikeluarkan oleh siswa untuk mengakses e-Learning dengan atau tanpa internet bisa menjadi sangat murah bahkan gratis. Di masa yang akan datang, ketika belajar menggunakan e-Learning sudah menjadi kebutuhan masyarakat secara umum maka biaya penggunaan internet akan gratis atau termasuk ke dalam paket internet unlimited sebagaimana fenomena biaya quota internet untuk pemakaian media sosial pada saat ini.

Gambar 8. Menggunakan Gambar Bebas dan QR Code pada Buku Sekolah Cetak sebagai Pemicu e-Learning.

Memadukan buku sekolah cetak dan e-Learning selain mudah digunakan oleh siswa juga dapat memudahkan dalam proses sosialisasi dan penyebarannya, setiap siswa di seluruh Indonesia sudah mendapatkan buku sekolah cetak. Tidak diperlukan biaya tambahan untuk proses pengenalan e-Learning kepada masyarakat. Tanda berupa gambar dan QR Code bersama dengan petunjuk penggunaan dapat dicetak pada setiap materi pelajaran yang ada pada buku sekolah cetak. Begitu juga untuk pembuatan e-Learning berupa literasi digital maupun aplikasi augmented reality tidak memerlukan biaya yang mahal. Dengan melibatkan masyarakat e-Learning dapat dibuat dengan murah bahkan gratis.

Setelah infrasrtuktur e-Learning siap, baik dari segi isi e-Learning maupun integrasi dengan buku sekolah cetak, selanjutnya diperlukan perangkat untuk mengakses e-Learning tersebut. Perangkat bisa berupa ponsel atau tablet yang dibagikan ke setiap sekolah di Indonesia.

Bapak Anies Baswedan pada saat menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pernah mewacanakan satu siswa satu tablet. Ini adalah sebuah cita-cita yang sangat mulia dan menjadi harapan semua siswa di Indonesia. Akan tetapi tidak dipungkiri untuk mewujudkan hal tersebut bukan hal yang mudah walaupun tidak mustahil. Program satu siswa satu tablet memerlukan biaya yang tidak murah, belum lagi proses adaptasi siswa terhadap perangkat yang dibagikan juga memerlukan waktu yang lama. Proses adaptasi harus dilaksanakan dengan tepat agar siswa dapat memanfaatkan teknologi untuk hal-hal yang positif.

Memadukan buku sekolah cetak dengan e-Learning bisa menjadi jembatan menuju program satu siswa satu tablet tersebut. Untuk setiap sekolah cukup dibagikan sepuluh sampai dengan lima puluh tablet. Perangkat ini bisa dimanfaatkan oleh guru pada proses kegiatan belajar mengajar. Dengan cara berkelompok siswa bisa memanfaatkan perangkat tersebut untuk mengakses e-Learning melalui buku sekolah cetak. Selain itu, siswa juga bisa belajar dengan menggunakan perangkat yang disimpan di perpustakaan sehingga dapat mendukung gerakan literasi sekolah.

Membagikan perangkat dengan jumlah yang tidak banyak untuk setiap sekolah di Indonesia sangat mungkin dilakukan karena tidak memerlukan biaya yang mahal. Walaupun tidak banyak perangkat yang dibagikan, setiap siswa masih bisa memanfaatkan perangkat tersebut untuk belajar. Baik melalui belajar secara berkelompok di sekolah maupun belajar sendiri di rumah menggunakan perangkat yang ada di rumah. Saat ini hampir semua keluarga sudah memiliki perangkat ponsel atau tablet.  Data yang disampaikan dalam www.goodnewsfromindonesia.id menyatakan bahwa jumlah pengguna ponsel di Indonesia pada saat ini sudah melebihi jumlah penduduk. Ini berarti program memadukan buku sekolah cetak dan e-Learning sangat mungkin untuk dijalankan.

Dengan menggunakan cara di atas proses sosialisasi dan penyebaran e-Learning menjadi lebih mudah dan murah. Selama proses tersebut, siswa Indonesia dapat belajar menggunakan teknologi untuk meningkatkan keterampilan literasinya serta dapat beradaptasi dengan kemajuan teknologi sehingga dapat memanfaatkan teknlogi untuk hal-hal yang positif. Pada akhirnya pemanfaatan e-Learning sebagai bagian dari sumber belajar bisa dilaksanakan secara optimal dan program satu siswa satu tablet bisa segera terwujud sehingga tujuan pendidikan nasional dapat tercapai.

Berita Terkait