Timbul si Ultraman Merah Matic

Ibu baru saja selesai menjemur baju ketika mendengar suara mesin motor dinyalakan. Beliaupun bergegas masuk ke dalam rumah karena timbul perasaan tidak enak. Benar saja dihalaman depan tampak Timbul sedang menyalakan sepeda motor sambal tangannya mengelap kaca spionnya.

“Astaghfirullah Timbul, kamu itu baru masuk rumah belum ada satu jam, ibu menanak nasi saja belum matang sejak kamu pulang tadi, kenapa mau pergi lagi” Setengah berteriak ibu berkata kepada Timbul.

Timbul hanya cengengesan tidak menjawab. Malah mengambil semprotan air. Semprotan itu diarahkan ke spion motor dan terus dielapnya. Yah, Timbul memang sedang jatuh cinta berat dengan motor yang kini sedang dibersihkannya. Motor Honda dengan jenis matic itu seakan menjelma menjadi gadis cantik rupawan dengan body aduhai yang sering Timbul lihat di film film India.

Karena merasa tidak mendapat respon yang berarti dari Timbul, Ibupun bergegas menuju ke arah Timbul yang sedang mengelus elus motornya.

“Mbul, kamu itu punya telinga apa tidak ? Untuk apa tiap sore pergi mengaji kalau tidak sopan sama orang tua” gerutu Ibu sambal menutup pagar bambu depan rumah.

“Yah, Ibu kok ditutup pagarnya, Timbul sudah janjian ini, penting ! merengut langsung wajah si Timbul.

Ibu tidak menjawab tapi langsung masuk kedalam .

Timbul yang sedang bersiap siap untuk pergi mematikan mesin motornya dan duduk termangu di kursi kecil kayu tepat disamping motor itu. Matanya tidak lepas dari motor itu. Pikiran Timbul melayang ke lapangan sepak bola kecil dekat kelurahan yang menjadi tempat berkumpul teman temannya sekarang. “Pasti mereka sudah menunggu nih, tapi pagar bambu itu sudah ditutup oleh ibu, itu berarti aku tidak diijinkan ibu untuk keluar rumah”

Timbul bukanlah jenis anak durhaka yang sering membangkang orang tua. Anak umur 16 tahun yang masih duduk dikelas IX SMP itu masuk golongan anak penurut yang tidak pernah membantah. Walapun masih kecil dia tahu sekali resiko dunia akherat membantah orang tua, sehingga sekarang ini niatnya untuk pergi ke lapangan bola dia urungkan. Sambil memandangi motornya ingatan Timbul melayang pada peristiwa seminggu yang lalu, tepatnya hari Minggu sore ketika Timbul pulang dri bermain sepak bola. Saat itu dihalaman rumah Timbul tampak sepeda motor yang mirip sekali dengan punya pak Lurah, berwarna merah dengan jenis motor matic, walaupun Timbul anak desa tapi istilah matic dia dapatkan dari brosur kreditan sepeda motor yang dulu pernah dia pungut dipinggir jalan.

“Motor siapa itu ya, tidak mungkin motor pak Lurah, pak Lurahkan tadi ketemu aku”

“Kalau bukan motor pak Lurah lantas motor siapa?” Tukang kredit panci langganan ibu motornya tidak seperti itu, lagian kalau menagih angsuran panci cukup parkir diluar pagar” pikir Timbul sambal membuka pagar bambu rumahnya.

“Sepi rumahnya, kalau ada tamu pada kemana ini” pikir Timbul. Dia tidak masuk ke dalam rumah tapi berdiri memandangi motor merah itu. Teringat kemarin melihat bu Lurah  berlatih dengan motor mirip ini di lapangan bola. Tangannya yang masih kotor diusapkan ke badan motor itu.

Timbul yang lugu, anak desa itu punya mimpi setinggi langit untuk menjadi tentara seperti tokoh Ultraman yang dia idolakan, walaupun banyak temannya yang tidak mengerti apa hubungan kekaguman Timbul dengan tokoh Ultraman dan cita citanya menjadi tentara. Tapi mimpi untuk mempunyai sepeda motor dia sama sekali tidak punya, Timbul sadar kalau sepeda motor adalah barang mewah yang Ibu tidak akan sanggup beli.

Ketika Bapak meninggal 5 tahun yang lalu saat itu Timbul baru kelas 4 SD, dia sadar kalau Ibu sekarang harus berjuang sendirian mencari nafkah untuk mereka makan dan Timbul tetap sekolah, Yang Timbul ingat kata orang orang, Bapak meninggal karena kecelakaan sepeda motor. Sehingga Timbul  tidak berani meminta macam macam ke Ibu, dia paham itu.

Ketika masih memandangi motor itu tanpa sadar Ibu sudah berdiri di samping Timbul.

“Sudah pulang Mbul, sana lekas mandi dan sholat Ashar ini sudah hampir pukul lima” Ibu berkata sambil menutup pagar bambu.

“Bu ini motor siapa” Penuh keingintahuan Timbul bertanya.

“Oh ini motor Pakde Badit, motor ini dititipkan disini karena Pakde Badit diterima kerja di Malaysia, jadi sopir disana” Ibu menjelaskan sambil menggandeng tangan Timbul masuk ke dalam rumah.

“Kok dititipkan disini”

“Iya mbul, saudara Pakde Badit itu yang dekat kan cuma kita, Bulik Rum ada di Sumatra trus Paklik Narto ada di Surabaya” jelas ibu sambil menuang air hangat ke ember untuk mandi Timbul. Timbul duduk sambil berpikir.

“Bu kalau dititipkan disini bolehkah aku memakainya” polos Timbul bertanya. Ibu yang sedang berada dikamar mandi memandang Timbul sambil terngiang pesan Mas Badit. “Darti, ini motorku tatitipkan disini paling tidak 2 tahun karena kontrak kerjaku 2 tahun, mau dipakai latihan Timbul silahkan, pokoknya dipake saja, Timbul kan sudah tinggi sekarang jadi kakinya sudah bisa untuk njagrak, selain itu kalau sudah bisa nanti kamu bisa minta tolong antar ke pasar sama Timbul untuk belanja atau beli peralatan jahitmu” Mas Badit berkata seperti itu sambil menyerahkan STNK, BPKB, kunci kontak dan helm.

“Mandi dulu Mbul baru nanti ibu jawab pertanyanmu”

Selesai mandi dan sholat Timbul bergegas menuju Ibu yang sedang memotong kain.

“Bagaimana bu, bolehkah selama motor ini dititipkan disini Timbul boleh memakainya” Timbul berani bertanya seperti itu karena Pakde Badit adalah pakde yang sangat baik sekali, Beliau sering menasehati Timbul banyak hal dan kalau Pakde Badit kerumah pasti mereka berdua akan pergi memancing di sungai kecil belakang rumah.

“Emang untuk apa kalau kamu bisa naik motor?” jawab Ibu sambil membereskan gunting dan kainnya.

“Engggg…untuk apa ya” Timbul garuk garuk kepalanya yang tidak gatal.

Ibu tersenyum melihat polah Timbul.

“Boleh Mbul tapi hati hati ya dan tidak boleh naik motor keluar dari desa ini kalau tidak sama ibu”

Timbulpun tersenyum lebar sambil mengambil kunci kontak yang ada dimeja. Keluar dari rumah dan mencoba untuk menyalakannyan. Terdengar suara mesin halus “brmmm….brmmm”

Sambil memandangi motor tersebut Timbul segera teringat akan selebaran yang dikasih mas mas tadi di jalan sepulang sekolah. Timbulpun masuk dan mengambil selebaran tersebut.

Beat V CW CWS dengan teknologi PGM-Fi yaitu teknologi yang ramah lingkungan karena mampu menekan dan mengurangi emisi gas buang yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor yang artinya sistem terprogram untuk memasok BBM dan oksigen sesuai kebutuhan mesin dengan perhitungan yang tepat dan akurat sehingga mampu menghasilkan tenaga yang responsif dan irit bahan bakar juga ramah lingkungan. Demikian jenis dan keterangan motor matic tersebut sesuai dengan selebaran yang Timbul baca.

Sebenarnya Timbul sudah bisa naik sepeda motor, dia sudah diajari Pakde Badit sejak kelas 6 SD, tapi Timbul tidak bilang Ibu,takut Ibu marah karena Ibu sering sekali menasehati Timbul tentang bahaya anak kecil naik sepeda motor. Dia juga sering melihat Bejo naik motor mengantarkan ibunya ke pasar atau Triman bahkan sudah bisa menggantikan ngojek Bapaknya kalau Bapak Triman sedang sakit.

Sambil tersenyum Timbul membayangkan nanti dia bakal antar Ibu ke pasar seperti Bejo sehingga Ibu tidak perlu naik angkot yang untuk naik saja harus jalan kurang lebih 500meter ke jalan raya.

Dan mulai saat itu Timbulpun punya sebutan baru, yaitu Timbul si Ultraman Merah karena motor yang dia kendarai berwarna merah. Walaupun Timbul berkendara hanya diseputar desa, paling jauh dipasar atau dikota kecamatan tapi perangkat untuk keamanan dan kenyamanan mengendarai sepeda motor selalu dia kenakan. Helm dan jaket selalu dipakai, STNK dia taruh didompet kecil yang dia minta sama ibu dulu tempat uang recehan, agar tidak lupa dompet kecil isi STNK itu ditaruh dibagasi motor tersebut. Timbul juga tidak pernah meninggalkan sepeda motornya sembarangan, Kalau dipasar dia pasti selalu parkir ditempatnya dan tidak pernah pergi jauh  dari parkiran motor tersebut.

Timbul sadar motor itu adalah titipan Pakde Badit yang sewaktu waktu dapat diambil pemiliknya sehingga Timbul harus menjaga amanah tersebut, Sehingga dia benar benar memperlakukan motor tersebut dengan baik. Masih tentang Timbul yang selalu memakai helm kemana mana, banyak teman yang sering meledeknya.

“Mbul, kalau cuma diseputaran desa ya nggak mungkin ada polisi to Mbul” ledek Bejo.

“Emang pake helm itu baru kalau ada polisi ya Jo” jawab Timbul.

“Yo, nggak gitu, maksudku ngapain cuma main kelapangan bola ini kamu pake helm, ribet dan berat”

“Ribet dan berat itu tidak sebanding dengan resiko yang kita terima kalau terjadi sesuatu di jalan Jo, bukankah lebih baik berjaga jaga untuk sesuatu yang sangat mungkin terjadi di jalan”

“Itu si Triman walaupun ngojeknya sudah sampai desa sebelah juga jarang pake helm” Bejo masih ngeyel.

“Kata siapa Jo, tadi aku ketemu dia pake hlem kok mau ngantar bu Lurah kepasar”

“Yo wis sakarepmulah” Bejo ngedumel sendiri sambil, menendang bola.

“Tahun depan kita sudah 17 tahun Jo, kata Ibu nanti aku mau diuruskan SIM jadi lebih aman lagi kalau mau bepergian jauh jadi, ga cuma ke kota kecamatan, tahun depan kalau sudah punya SIM aku bisa naik motor sampai kota Kabupatan”

“Wah ide bagus itu, aku juga mau minta tahun depan Pae ngurusin aku SIM biar bisa naik motor sampai kota Kabupaten” sinar mata Bejo tampak berkilau.

“Punya SIM saja tidak cukup untuk aman berkendara Jo kalau kamu pake helm saja jarang”ledek Timbul.

“Mbales ki critane Mbul, tapi bener juga katamu, keselamatan itu jauh lebih penting daripada segala galanya” gumam Bejo sambil menerawang, teringat kang Soleh tetangganya yang kemarin jatuh terpeleset dan tidak pake helm, kepalanya benjut dan berdarah, Bejo merinding.

“Nah wis  pinter kowe saiki Jo, yuk sekarang main bola lagi, itu anak anak dah pada datang. Bejo dan Timbul si Ultraman Merah Maticpun berlari lari kecil ke tengah lapangan sambil tertawa lebar.

Mushlihatun Syarifah

Seorang Ibu yang gemar memasak dan menulis cerpen. Berprofesi sebagai guru IPS SMP Negeri 8 Salatiga Jawa Tengah.


Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen ‘Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan.’ #SafetyFirst Diselenggarakan oleh Yayasan Astra-Honda Motor dan Nulisbuku.com

Berita Terkait